Jumat, 05 Desember 2008

Schismogenesis




TEORI DETERMINISME MASA KANAK-KANAK DALAM HUBUNGAN KAJIAN WATAK BANGSA
(P. Soeriadiredja)

Selama Perang Dunia ke II banyak antropolog Amerika dan Inggris, di antaranya Margaret Mead, Geofrey Gorer, Gregory Bateson dan Ruth Benedict diperbantukan pada pemerintah. Mereka mencoba untuk merumuskan konsep watak bangsa (national character) dari beberapa negara, seperti Uni Soviet, Rumania, Thailand dan Jepang.
Kesukaran yang dihadapi ialah sulit mengadakan perjalanan ke negara-negara yang akan diteliti karena situasi perang. Karenanya, cara yang dilakukan adalah mewawancarai orang-orang yang tinggal di AS, dan mengadakan studi literatur. Selain itu mempelajari sejarah Jepang, dan mencoba melihat dunia seperti yang diamati orang Jepang. Metode semacam itu dapat disebut meneliti suatu kebudayaan dari kejauhan. Dari penelitian tersebut dihasilkan beberapa teori, antara lain :


1. Hipotesa Latihan Buang Air Besar Geofrey Gorer


Tahun 1943 Gorer menerbitkan artikel berjudul “Themesin Japanese Culture” yang mengungkapkan keterpukauan perhatian berlebihan dari orang Jepang terhadap upacara kerapihan dan ketertiban, sehingga dapat dibandingkan dengan sifat gangguan jiwa compulsive neurotic (gangguan jiwa yang berbuat sesuatu di luar keinginannya) yang menghinggapi beberapa penduduk di Eropa.


Hipotesa : Penyebab utama gangguan jiwa tersebut adalah latihan buang air besar (toilet training) yang diperoleh semasa kanak-kanak.
Menurut Gorer, dibalik sifat orang Jepang yang rapih dan tertib itu ada keinginan tersembunyi untuk berbuat agresif. Upacara yang bersifat teliti merupakan penyaluran dari dorongan hati yang berbahaya (dangerous urge) itu.
Sifat agresif yang terpendam itu akibat kebencian sewaktu bayi yang dipaksa melakukan sesuatu yang tidak dimengertinya, karena harus mengendalikan otot lubang dubur. Kebencian itu akan tetap merupakan sebagian dari kepribadiannya setelah dewasa nanti. Dalam keadaan normal, rasa kebencian tersebut tak tersalurkan dan ditekan. Akibatnya, jika ada peluang sifat agresif itu akan meletup kuat sehingga dapat bertindak kejam dan sadistis.


Kritik : Menurut Robert N.Bellah, penyebab terbentuknya sifat tertib dan rapih orang Jepang ialah kode Samurai (samurai code) yang berkembang sejak zaman Tokugawa, dan mempengaruhi masyarakat melalui gerakan keagamaan. Kode Samurai ini dapat dibandingkan dengan Etika Protestan yang mempunyai ciri sifat suka bekerja keras dan pengingkaran pada kenikmatan diri (self denial).

2. Hipotesa Pembedungan Anak Geogrey Gorer


Penelitian ditekankan pada praktek pengasuhan anak orang Rusia. Hasilnya memperoleh “kunci” dari watak mayoritas orang Rusia (The Great Russian Character) yang berupa pembedungan (swaddling), sehingga timbul sifat manic depressive masal pada orang Rusia dewasa pada umumnya.


Hipotesa : Penyebab utama gangguan jiwa tersebut adanya kekangan fisik semasa kanak-kanak melalui praktek pembedungan.
Menurut Gorer, pembedungan ini sangat menghambat gerak-gerik si anak dan juga ekspresi emosionalnya melalui seluruh tubuhnya. Sifat depressive timbul sebagai akibat terkekang perasaan selama dibedung sehingga frustasi dan putus asa. Sifat manic timbul waktu anak dilepas bedungnya, sewaktu disusui dan memperoleh kasih ibunya. Itulah sebabnya di satu sisi orang Rusia senang pesta bermabuk-mabukan (orgiastic feast), tapi di sisi lain merasa sedih dan berdosa sehingga sering mengadakan pengakuan dosa atas dosa yang tidak mereka lakukan.
Generalisasi kepribadian tipikal orang Rusia ini hanya berlaku pada orang Rusia dari golongan petani dan kaum buruh saja. Pada bangsa lain yang juga mempraktekan pembedungan tidak sampai mengakibatkan manic depressive, karena (1) cara pembedungan beraneka ragam, (2) lama pembedungan tidak sama.

Kritik : Menurut Bertram D.Wolfe, pengakuan dosa dilakukan pula oleh para pendeta Katolik Roma di Cekoslovakia kepada penguasa komunis. Jadi bukan dibedung, tapi mungkin dari tekanan dan siksaan kejam dari pihak penguasa totalitarian. Di Rusia banyak kaum intelek tidak pernah dibedung, tapi mengakui kesalahan yang tidak mereka lakukan dengan harapan agar diperingan hukuman.


Hikmah : (1) hipotesa Gorer yang menganggap bahwa 5 sampai 6 tahun pertama dari kehidupan seorang anak penting bagi pembentukan kepribadian dewasanya kelak, kini banyak dianut para ahli yang mempelajari perkembangan anak,
(2) walau banyak kelemahan, hipotesa ini penting karena dapat dijadikan permasalahan untuk diuji di lapangan.

3. Konsep Schismogenesis Gregory Bateson


Setelah PD II berakhir, para antropolog yang telah bekerja bagi pemerintah AS tetap meneruskan penelitiannya mengenai watak bangsa (national character) dengan suatu proyek penelitian yang disebut Contemporary Culture. Metode penelitian yang digunakan tetap sama, yaitu Study Culture from Distance. Adapun pendekatan teoritisnya adalah gabungan dari teori Freud tentang pentingnya pengasuhan anak, dan metode penganalisaan yang dikembangkan Gregory Bateson yang disebut konsep Schismogenesis (concept of schismogenesis), yaitu penelitian mengenai dua kutub yang kontras (bipolar interaction).

Konsep Schismogenesis


Schismogenesis adalah suatu proses pembedaan dalam norma-norma kekhasan pribadi sebagai akibat interaksi antara individu-individu yang terus menerus secara bertimbun banyak. Menurut Bateson, masyarakat di dunia berbeda dalam sifat pola interaksi bipolar tersebut. Dengan meneliti cara khas hubungan antar pribadi (interpersonal) dan antar kelompok (intergroup relationship) dapat menyimpulkan watak tipikal suatu masyarakat.
Seorang individu belajar dengan jalan mengambil alih pola watak (characteristic pattern) dari hubungan peran (role) dalam masyarakat tempat ia dilahirkan. Misalnya, seorang anak dalam hubungannya dengan orang tuanya akan berperan sebagai pihak yang menggantungkan diri (dependence), sedangkan orang tua sebagai pihak yang memberi bantuan (succoring).
Berdasarkan konsep Schismogenesis, bila kita hendak meneliti pola watak suatu suku bangsa, maka kita harus melihat interaksi bipolarnya. Interaksi bipolar untuk hubungan orang tua – anak misalnya dapat bersifat sebagai ;
penguasa (dominance) – yang dikuasai (submission)
memberi bantuan (succorance) – menggantungkan diri (dependence)
mempertontonkan diri (exhibitionism) – menjadi penonton (spectatorship).


Historical America and Russia Contrasts


Authority Diffused from people, flows up Centralized, flows down
Change From below, individual Imposed from above, society
Rights Celebrated, protected Subordinated for communal good
Diverse Views Tolerance, pluralism Consensus, single truth
Economy Private free market Government-centered
Cultural roots Western Europe Europe, Asia
Warfare Wars fought mostly abroad, little/no devastation Constant cruelties, wars, devastation, hardships

Begitulah katanya, tapi teori tinggal teori . . . . selanjutnya perang diakhiri dengan metode seperti di gambar bawah ini. . . .





















Sumber acuan (Reference & Pictures) :
Danandjaja, James
2005 Antropologi Psikologi : Kepribadian Individu dan Kolektif, Jakarta : LKBI.

http://skeftomasteellhnika.blogspot.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar